Ilustrasi
BIREUEN, KOMPAS.com -- Seorang gadis berinisial N (16), warga Desa Krueng Shimpo, Kecamatan Juli, Kabupaten Bireuen, yang menjadi korban penculikan dan penjualan anak atau trafficking pada 6 Februari 2011, kini sudah kembali ke kampung halamannya di Aceh.
Informasi itu disampaikan Kapolres Bireuen AKBP Yuri Karsono SIK, Senin (24/12). Menurut Yuri, pihaknya terus melakukan pengembangan kasus guna menguak siapa saja yang terlibat sehingga anak di bawah umur ini diculik dan dijual selama hampir dua tahun lamanya. Korban baru saja kembali kepada orang tuanya sepuluh hari lalu dan langsung melaporkan kasus penculikan ini ke Polsek Juli.
"Laporan sudah kami tindaklanjuti, korban juga sudah pulang ke rumahnya setelah dimintai keterangan," kata Kapolres.
Sementara itu N menceritakan, kejadian pahit ini bermula saat ia pergi membeli obat untuk adiknya yang tengah sakit Minggu, 6 Februari 2011 silam sekira pukul 12.00 WIB. Di tengah perjalanan, tiba-tiba ia didatangi seorang perempuan yang dikenalnya saat saat sama-sama pernah bekerja di kebun sawit. Secara paksa korban ditarik ke dalam mobil dan mulutnya ditutup pakai lakban hitam serta tangannya juga terus dipegang. Korban seterusnya dibawa ke beberapa tempat hingga akhirnya dibawa oleh seorang perempuan ke Keudah, Malaysia melewati Tanjung Pinang.
"Beberapa pekerjaan kasar saya lakoni di sana, mulai dari pembantu hingga pelayan restoran dari satu restoran ke restoran lain dengan cara dijual," katanya.
Kendati pernah berkomunikasi dengan orang tuanya di Bireuen, niatnya untuk kabur tergolong sulit dilakukan karena setiap tindak tanduknya mencurigakan, selalu diketahui. Begitupun setelah tujuh bulan di bawah tekanan, korban berhasil kabur ke Langkawi. Tanpa sengaja ia bertemu suami istri warga Aceh yang berbaik hati mempekerjakannya pada sebuah kilang elektronik.
"Di sana saya betah dan bekerja setahun lebih dengan gaji sebulan Rp 500 ringgit," ungkap perempuan yang tak selesai mengenyam bangku sekolah menengah pertamanya itu.
Hingga akhirnya N diamankan oleh Polisi Malaysia karena tidak memiliki surat-surat sah, yang selanjutnya diamankan di penjara Kajang selama satu bulan. Berikutnya korban bersama tujuh warga Aceh lain dideportasi ke gudang pase di Pahang, lalu dibawa ke Tanjung Pinang, baru menuju Tanjung Priok hingga ke Solo selama dua hari.
"Seterusnya kami dikirim ke Padang tepatnya kampung Teratak selama lebih kurang satu bulan," sebutnya.
Baru setelah itu, ia bersama warga Aceh lain dibawa ke Belawan, dan menumpangi bus angkutan umum untuk melanjutkan perjalanan ke Aceh. N tiba di rumahnya sejak sepuluh hari lalu dan langsung mengadu ke polisi atas ikhwal penculikan hingga akhirnya ia terdampar lama di negeri seberang.
Informasi itu disampaikan Kapolres Bireuen AKBP Yuri Karsono SIK, Senin (24/12). Menurut Yuri, pihaknya terus melakukan pengembangan kasus guna menguak siapa saja yang terlibat sehingga anak di bawah umur ini diculik dan dijual selama hampir dua tahun lamanya. Korban baru saja kembali kepada orang tuanya sepuluh hari lalu dan langsung melaporkan kasus penculikan ini ke Polsek Juli.
"Laporan sudah kami tindaklanjuti, korban juga sudah pulang ke rumahnya setelah dimintai keterangan," kata Kapolres.
Sementara itu N menceritakan, kejadian pahit ini bermula saat ia pergi membeli obat untuk adiknya yang tengah sakit Minggu, 6 Februari 2011 silam sekira pukul 12.00 WIB. Di tengah perjalanan, tiba-tiba ia didatangi seorang perempuan yang dikenalnya saat saat sama-sama pernah bekerja di kebun sawit. Secara paksa korban ditarik ke dalam mobil dan mulutnya ditutup pakai lakban hitam serta tangannya juga terus dipegang. Korban seterusnya dibawa ke beberapa tempat hingga akhirnya dibawa oleh seorang perempuan ke Keudah, Malaysia melewati Tanjung Pinang.
"Beberapa pekerjaan kasar saya lakoni di sana, mulai dari pembantu hingga pelayan restoran dari satu restoran ke restoran lain dengan cara dijual," katanya.
Kendati pernah berkomunikasi dengan orang tuanya di Bireuen, niatnya untuk kabur tergolong sulit dilakukan karena setiap tindak tanduknya mencurigakan, selalu diketahui. Begitupun setelah tujuh bulan di bawah tekanan, korban berhasil kabur ke Langkawi. Tanpa sengaja ia bertemu suami istri warga Aceh yang berbaik hati mempekerjakannya pada sebuah kilang elektronik.
"Di sana saya betah dan bekerja setahun lebih dengan gaji sebulan Rp 500 ringgit," ungkap perempuan yang tak selesai mengenyam bangku sekolah menengah pertamanya itu.
Hingga akhirnya N diamankan oleh Polisi Malaysia karena tidak memiliki surat-surat sah, yang selanjutnya diamankan di penjara Kajang selama satu bulan. Berikutnya korban bersama tujuh warga Aceh lain dideportasi ke gudang pase di Pahang, lalu dibawa ke Tanjung Pinang, baru menuju Tanjung Priok hingga ke Solo selama dua hari.
"Seterusnya kami dikirim ke Padang tepatnya kampung Teratak selama lebih kurang satu bulan," sebutnya.
Baru setelah itu, ia bersama warga Aceh lain dibawa ke Belawan, dan menumpangi bus angkutan umum untuk melanjutkan perjalanan ke Aceh. N tiba di rumahnya sejak sepuluh hari lalu dan langsung mengadu ke polisi atas ikhwal penculikan hingga akhirnya ia terdampar lama di negeri seberang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar